Kamis, 26 November 2009

daMPak teKnOLOgi pada keHiduPan MasyaRakat

Oleh faraa sinaga pada Uncategorized. Tinggalkan sebuah Komentar

Menurut King (1983) ditemukan dan digunakannya perkakas primitive dan pemakaian api telah dicatat sebagai pencapaian teknologi yang awal dari homo sapiens. Lalu penjinakkan hewan serta berbagai penemuan yang memungkinkan orang hidup bertani secara menetap dicatat sebagai transformasi besar masyarakat yang pertama.
Perkembangan teknologi senantiasa mempunyai implikasi ekonomi, militer dan politik. Dimasa yang silam dapat dilihat menyusul penggunaan senapan locok dan mesiu untuk kegunaan militer, suatu arus pencepatan kemajuan teknologi militer telah memberikan kelebihan yang dominan sekalipun kadang temporer, bagi pemiliknya.
Aspek penting dari dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh perkembangan teknologi, antara lain terlihat pada pembagian kerja secara internasional (international division of labor). Mesin yang digerakan uap untuk memintal dan menenun yang diperkenalkan oleh revolusi industry telah menggeser industry tekstil yang dijalankan secara manual di Negara-negara asia menjadi tidak ekonomis di pasar dunia. Kemudian penemuan aniline dyes telah menamatkan industry indigo di india. Begitupun proses Haber untuk memproduksi pupuk komiawi telah mengacaukan industry salpetre chili. Yang lebih mutakhir lagi, jam tangan mikroelektronik digital buatan Jepang dan AS telah melorotkan industry jam Swiss yang begitu kesohor.
Demikian juga dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang sedang melaju saat ini. Sebagai implikasi yang ditimbulkannya bagi segala aspek kehidupan perlu dikaji secara tuntas untuk diusahakan jalan keluar yang paling sesuai dengan kebutuhan umat manusia. Dari pengalaman di masa lalu dapat diasumsikan bahwa perkembangan teknologi lebih lanjut akan terus mempunyai akan terus mempunyai konsekuensi politik penting, khususnya melalui aplikasi militer dan pergeseran dalam pola industry dan perdagangan.
DUNIA KETIGA DAN TEKNOLOGI INFORMASI
Baik Negara-negara maju maupun Negara berkembang mempunyai perhatian atau concern yang sama mengenai perkembangan teknologi komunikasi dan indormasi seperti yang tengah berlangsung dewasa ini. Menurut Beaird (1981) bukti kesamaan perasaan itu dapat dilihat dari prevalence pada kebijakan informasi nasional yang memiliki tujuan dengan dua concern yang sering melengkapi, yaitu:
1. Menjaga kedaulatan nasional dari interpedensi yang timbul dari berbagai teknologi “abad indormasi”, dan
2. Megembangkan infrastruktur informasi nasional yang akan mengurangi ketergantungan depada sumber-sumber (reseources) informasi asing.
Kebijakan indormasi ini kerap ini kerap kali menghasilkan pembatasan terhadap arus indormasi internasional, sekaligus industry dan jasa informasi. Kombinasi antara perkembangan ekonomi dan politik ini dapat mempunyai konsekuensi yang merugikan (adverse) bagi AS. Dalam kenyataannya memang pusat industry informasi saat ini adalah AS. Negara lain khawatir, dan mengambil sikap hati-hati. Suatu konvergensi kekuatan telah menggerakkan suatu kecenderungan proteksionis di kalangan Negara-negara lain ke arah:
1. Meningkatkan pertautan atau linkages antara kemampuan teknologi telekomunikasi dan computer;
2. Prediksi tentang akan bertambah banyaknya Negara industry menjadikan informasi sebagai basis perekonomian mereka;
3. Perbedaan dalam sumber-sumber indormasi antara Negara maju dan Negara berkembang, seperti mana juga terjadi di kalangan sesame Negara industry;
4. Tumbuhnya sejak perang dunia II lebih dari 100 bangsa baru yang tujuan strateginya adalah pembangunan ekonomi dan social;
5. Pembagian/perbedaan idiologis yang berkelanjutan antara Negara-negara timur dengan barat.
Untuk memperkirakan dampak dari perubahan teknologi saat ini menurut Rada (1983) perlu diperhatikan ketimpangan atau disparitas yang ada di antara dan di kalangan bangsa-bangsa di dunia. Dalam perkembangan mikroelektronik, atau lebih khusus lagi, teknologi informasi, setidak-tidaknya terdapat tiga ketimpangan (disparitas) yang mencolok antara Negara-negara maju dengan Negara berkembang yaitu:
Pertama adalah dalam hal distribusi internasional kemampuan sains dan teknologi.menurut UNESCO, porsi Negara-negara berkembang dalam total pengeluaran sains dan teknologi adalah sekitar 3%, dan hanya memiliki 13% dari seluruh ilmuan dan insinyur yang ada dunia. Tiupun sebagian besardari porsi dimaksud tertumpuk di beberapa Negara saja, seprti India, Brazil. Argentina, dan Meksiko.
Disparitas kedua berkenaan dengan kemempuan industry. Konferensi United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) tahun 1975 di Lima menyepakati sasaran industrilisasi bagi negara-negara berkembang yang kemudian dikenal sebagai “Lia Target” atau sasaran Lima. Dalam kesempatan itu ditargetakanbahwa Negara-negara berkembang harus meningkatkan porsi mereka dalam keluaran industry dunia dari 7% menjadi paling sedikit 25% pada tahun 2000. Pada tahun 1980 porsi yang dicapai oleh Negara-negara berkembang tercatat sebesar 9%, dan dalam ukuran normal tidak akan melebihi 13% pada akhir abad 20.

Disparitas yang ketiga adalah dalam infrastruktur informasi masyarakat: system yang mejalin aktivitas yang brbeda-beda, yaitu pada aspek social, cultural, politik dan ekonomi. Dalam bentuk nilai peralatan pengolahan data, diperkirakan bahwa AS, Jepang dan Eropa Barat mencapai 83 persen dari keseluruhan dunia pada tahun 1978. Sisanya yang 17 persen dimiliki bersama oleh bagian dunia lainnya, hanya meningkat menjadi 20 persen hingga tahun 1988.
Dalam peralatan telekomunikasi, Negara-negara berkembang mewakili 10 persen dari pasar dunia pada tahun 1980, dan hanya meningkat menjadi 14 persen pada tahun 1990.
Oleh karena sifat revolusi komunikasi yang menyebar dan merasuk ke hamper seluruh bidang kehidupan, memang dapat dipastikan implikasi yang ditimbulkan bagi kehidupan maasyarakat secara global juga kompleks. Porat (1978) menunjukkan beberapa isu-isu komuniaksi/indormasi internasional yang muncul karena perkembangan yang terjadi belakangan ini.
1. Masalah yang terdapat di antara dunia kesatu dengan dunia ketiga. Problem ini juga diberi judul maasalah utar selatan. NWIO, dan yang berkaitan dengan perkembangan komunikasi dan ekonomi.
2. Masalah di antara dunia kesatu an kedua, dapat diberi judul masalah timur-barat, menyangkut keamanan nasional dan hak-hak asasi manusia.
3. Problema di kalangan dunia kesatu: pola perdagangan.
Isu-isu structural yang menyngkut bidang komunikasi global sebagai implikasi perkembangan teknologi komunikasi, diidentifikasikan oleh Tobin Foundation (1982) sebagai berikut.
1. Perencanaan orbit/spectrum,
2. Integrated Service Digital Networks (ISDN)
3. High Definition Television
Salah satu kekuatiran terhadap revolusi yang disuarakan oleh dunia ketiga adalah implikasi yang ditimbulkan bagi perekonomian dunia secara umum dan bagi perkembangan perekonomian di Negara-negara berkembang secara khusus.
Masalah-masalah yang dianggap menjadi problem bagi dunia ketiga sebagai akibat perkembangan teknologi informasi diantaranya sebagai berikut ini.
1. Kesempatan kerja yang semakin menyempit, dikarenakan bertambah meningkatnya otomatisasi dalam proses produksi sebagai hasil berkemangnya teknologi komputerisasi, robotisasi, an kemudian apa yang dikenal sebagai kecerdasan artificial (artificial intelegence) yang hampir sepenuhnya dapat menggantikan fungsi tertentu menusia dalam kelangsungan proses produksi barang dan ataupun jasa.
2. Persaingan yang amat berat dalam bisnis teknologi informasi berikut rangkaian produk ikutannya. Negara-negara berkembang tentu tidak mungkin berperan sebagai pesaing yang setara dalam kompetisi teknologis ini karena lawan yang dihadapinya adalan Negara-negara berteknologi tinggi.
3. Tekanan-tekanan ekonomi dari Negara maju terhadap Negara berkembang sebagai konsekuensi dari ketergantungan Negara berkembang di berbagai sector ekonomi dan perdagangan.
4. Berubahnya pola industrialisasi dunia dalam arti tidak terwujudnya harapan Negara-negara berkembang mengenai akan dimanfaatkannya dunia ketiga sebagai lokasi investasi industry karena tersedianya bahan mentah dan tenga kerja. Ternyata kemudian pemanfaatan dimaksud tidaklah sepenuhnya persis seperti yang dibayangkan sebelumnya oleh Negara-negara berkembang.
Bagaimanapun juga, Negara-negara sedang berkembang prihatin menghadapi perkembangan teknologi informasi yang begitu pesatnya di Negara-negara maju, terutama dalam kaitannya dngan kemungkinan semakin besarnya dominasi Negara maju terhadap perkembangan dunia di masa mendatang. Dewan pemimpin (Board of Directors) dari Society For International Development (SID), suatu organisasi yang dipimpin oleh tokoh-tokoh Negara dunia ketiga yang berpusatdi Roma misalnya telah mengidentifikasikan sejumlah permasalahan sebagai berikut.
1. Lebih dari setengah populasi tenaga kerja di dunia industrial dipekerjakan di dunia industry dan lapangan yang berkaitan. Informasi, merupakan bidang yang menghasilkan hampir 60% GNP Amerika Serikat dan lebih 55% total GNP Negara-negara yang bergabung dalam MEE.
2. Turnover industry informasi di dunia pada tahun 1983 berkisar sebesar $200 milyar, dan pada tahun berikutnya menjadi industry terbesar di dunia.
3. Porsi actual Negara-negara dunia ketiga dalam industry informasi masih di bawah 10% dan investasi mereka dalam kegiatan riset ilmu dan teknologi dibidang ini tidak lebih dari 34% dari total dunia.
4. Pada tahun 1990 hanya dua Negara industry yang diharapkan neraca perdagangan yang menguntungkan di lapangan informasi, yakni Jepang dan AS. Sedangkan Negara-negara anggota MEE kemungkinan akan mengalami deficit lebih dari 15 milyar mereka mempunyai neraca perdagangan yang seimbang pada 1970-an.
Kemajuan teknologi komunikasi membawa pengaruh yang positif dan negative terhadap keadaan masyarakat sekitar, yaitu :
Dampak positifnya antara lain :
• Keberadaan teknologi membuat kita bisa menjadi tidak hanya seorang penikmat, tetapi juga pencipta hanya dengan satu alat
• Teknologi memberikan akses untuk informasi yang terbuka lebar sehingga bisa menjadi hal yang sangat bagus bila digunakan dengan baik.

Sedangkan dampak negatifya antara lain :
• berkembangnya budaya asing yang tidak sesuai degan kebudayaan kita.
• semakin berkurangnya tenaga manusia yang terpakai.
• munculanya gap antara komunitas yang memiliki informasi lebih dengan yang tidak juga mulai bermunculan.
• Terjadinya monopoli dalam pengelolaan, penyedian, dan pemanfaatan informasi
• Tidak meratanya distribusi informasi
• Kurangnya isi pesan yang bersifat edukatif
• Terjadinya polusi informasi
• Terjadinya invasi terhadap privacy
• Timbulnya permasalahan yang berkaitan dengan hak cipta.

DILEMA NEGARA-NEGARA YANG SEDANG BERKEMBANG
Melihat perkembangan yang terjadi di sector ini, dapat dikatakan bahwa di satu pihak tidak ada suatu proses pembangunan yang dapat berlangsung tanpa titik berat pengandalan pada teknologi ini berikut informasi yang dibawakannya amat sarat dengan nilai-nilai tertentu, pilihan memang agak terbatas disebabkan antara lain berikut ini.
1. Tidak ada suatu Negara yang dapat bertahan untuk tidak menyertai revolusi informasi dan tak satupun Negara yang dapat melawan seluruh dampaknay yang merembes ke segala bidang.
2. Satu-satunya pertanyaan yang valid yang tersisa adalah sikap yang tepat bagi Negara berkembang: apakah memilih suatu sikap pasif dan menerima invasi teknologi-teknologi tersebut berikut produknya, atau memilih suatu posisi aktif dan menjabarkan strategi-strategi dan kebijakan-kebijakan dengan memperhitungkan model-model pembangunan yang diinginkan, dan menjamin relevansi social sekaligus koherensi kulturalnya.
3. Tidak hanya bisa mengibarkan bendera “identitas cultural” saja sebagai alat melindungi invasi informasi. Cara terbaik untuk melindungi identitas cultural yan gmerupakan bagian yang paling mudah terkena di Negara-negara dunia ketiga denga menjadikan kebudayaan sebagai salah satu penggerak kunci proses pembangunan dan dengan mendorong penggunaan berbagai teknologi informasi yang baru secara kreatif dan asli.
4. Teknologi informasi tidak dapat disalahkan dalam hal terjadinya homogenesis cultural, sebab dalam kasus Negara-negara berkembang, homogenitas ini lebih merupakan produk model-model pembangunan yang diimpor berikut kandungan informasinya daripada dikarenakan teknologi informasi itu sendiri.
5. Tidak ada lapangan lain yang ketergantungan dunia ketiga kepada Negara maju menjadi lebih hebat di bidang informasi, dan tidak ada lapangan lain dimana konsep kemandirian begitu tidak diabaikan seperti yang berlaku pada lapangan ini. Ketergantungan informasi jauh lebih sukar diatasi disbanding dengan bidang lainnya karena bersifat multyvarious.
6. Teknologi tidak dapat dibeli. Tidak ada jalan pintas yang dapat ditempuh dalam hal ini. Untuk menjadikannya teknologi yang dimiliki, pertama-tama harus dikuasai diproduksi secara local, dan kemudian sepenuhnya diintegrasikan dengan lingkungan sosio cultural setempat.
7. Tanpa teknologi informasi dan komunikasi, tak satupun teknologi lainnya, seperti biogenetika, neuroscience, eksplorasi luar angkasa dan teknologi militer dapat berkembang. Bahkan nyatanya informasi sendiri telah merupakan suatu system tersendiri yang komplit dan koheren, suatu system yang sekarang menekankan titik beratnya pada seluruh sector masyarakat manusia.
8. Secara geopolitik, dunia ketiga merupakan kawasan yang paling balkanized di dunia. Negara-negara berkembang juga ketinggalan dalam hal kerjasama social ekonomi dan cultural, dan karenanya tak dapat berharap membuat suatu langkah yang bermakna memasuki abad ke 21 jika tetap dalam bentuk yang sekarang. Bahkan 10 negara anggota MEE dengan segala kemakmurannya, serta kemajuan pesat yang dicapainya dalam tingkatan integrasi ekonomi dan jumlah substantive investasi mereka dalam hal program riset regional mengenai teknologi informasi tidak merasa pasti bahwa industry mereka dibidang ini mampu bersaing dengan yang lain pada akhir abad ini.
Menurut Tehranian (1984), teknologi komunaikasi talah berfungsi baik sebagai pemercepat (catalyst) maupun perintang bagi pertumbuhan dmemokrasi yang partisipasif.kemajuan dibidang percetakan telah menumbuhkan demojrasi pengetahuan dan sekaligus telah mengundurkan berbagai sumber otoritas tradisional, seperti gereja dan monarkhi, dan menciptakan pendekatan sekuler yang baru. Yang disebut belakangan berarti intelegensia, serta persamaan dan persaudaraan di antara sesama kaum tak berpunya.
Sirkulasi media masa telah pula meluaskan manfaat kultural dan edukatif media cetakan bagi seluruh warga yang dapat membaca. Sedangkan media elektronik, kemudian melakukan fungsi yang sama untuk mereka yang sekalipun buta huruf di seluruh jagad.
Pada sisi yang lainTehranian mengingatkan bahwa teknologi komuniaksi juga telah berfungsi sebagai pusat kekuaaan dan berbagai hak istimewa atau privilege dalam bentuk yang beraneka serta cara yang bermacam-macam untuk melegitimasikan kepentingan, memobilisir sumber-sumber atas nama yang berkuasa, dan memanipulir warga negara atau konsumen untuk tujuan mereka itu.
Tanpa teknologi informasi, birokrasi modern sesungguhnya tidak dapat berfungsi. Negara birokrasi modern dan perusahaan, sebagai dua tenaga sentralisasi yang paling dominan di dunia modern tak dapat tumbuh tanpa berkembangnya teknologi informasi yang ektensif.
Deutsch (1953) menilai perkembangan teknologi komunikasi telah semakin mendekatkan kita ke titik batas dari kemampuan perangkat intelektual menghadapi kompleksitas keadaan sekarang ini. Ia menghimbau penekanan yang lebih besar bagi intelegence amplification dalam penggunaan teknologi informasi untuk meningkatkan saling pengertian antar manusia. Sebagian dari masalah yang timbul, menurut Deutsch (1955), bahwa kita cenderung untuk memandang teknologi ini terutama pada peningkatan kemampuannya dalam menyimpan dan mendistribusikan informasi.
Menyinggun mengenai dampak sosial teknologi informasi, Tehranian mengajukan serangkaian pertanyaan yang menarik untuk dipikirkan. Diantaranya: apakah sesungguhnya peran yang dilakukan teknologi informasi dan komunikasi untuk membangun internasional? Apaakh kita sekarang ini berada pada fajar dari suatu abad informasi baru yang secara evolusioner menjanjikan kemajuan-kemajuan dalam penerapan teknologi dan ilmu utnuk mengatasi persoalan yang sudah berabad lamanya, seperti kemiskinan, ketidaksamaan, kebodohan dan prasangka? Apakah kelimpahruahan informasi dan jaringan komputer yang bertambah terus berarti juga meningkatnya derajat dari data (informasi yang relevan), pengetahuan (opini yang diinformasikan), kebijakan (pandangan yang tersimpan dan ditelusuri secara historik), dan keputusan yang bijak (keinginan bertindak yang telah mempunyai cukup informasi sebelumnya)?
Kendatipun tidak menjawab langsung pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud Tehranian kemudian menunjukkan pula beberapa hal dari perkembangan teknologi komunikasi yang bernada optimis, secara cukup hati-hati. Kemudahan berkomunikasi langsung yang dimaksudkan oleh macam-macam alat teknologi sekarang, barangkali akan dapat dimanfaatkan menuju terwujudnya suatu alternatif dari model yang representatif dan korporatif untuk demokrasi langsung, buat pertama kalinya sejak pengalaman masyarakat Athene lebih kurang dua ribu tahun yang lalu.
Namun, untuk itu menurut Tehranian diperlukan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Untuk menjamin partisipasi warga masyarakat, ada dua syarat yang dikemukakannya yaitu pelayanan teknologi komunikasi harus dibuat tersedia secara universal, dan biayanya harus dapat dijangkau oleh semua pihak. Perkembangan selama ini memang menunjukkan tanda-tanda yang melegakan. Dari segi biaya, data yang dimiliki Intelsat memperlihatkan turunnya secara drastis satuan ongkos pelayanan sejak tahun 1965, yang menurut indeks turun dari 100 menjadi 5, sedang biaya hidup membumbung melampaui 250. Demikain pula mengenai ketersediaan teknologi ini, berkat ditemukannya berbagai inovasi seperti serat optik, robotik, dan kecerdasan buatan, semakin hari bertambah membesarkan hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar